Penyelesaian kasus hukum sering kali memunculkan berbagai perspektif, terutama ketika ada faktor keluarga yang terlibat. Salah satu contoh yang menarik perhatian adalah kasus penganiayaan antara seorang nenek dan cucunya yang berujung pada perdamaian.
Kasus ini dimulai pada 2 April 2025 di Desa Hiliduruwa, Kecamatan Sawo, Nias Utara, yang melibatkan Muliria Harefa dan cucunya, Ayu Telaumbanua. Penelitian menunjukkan bahwa konflik dalam keluarga tidak jarang berujung pada tindakan kekerasan, dan ini adalah salah satu contohnya.
Pentingnya Pendekatan Restoratif dalam Kasus Keluarga
Restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif telah menjadi pilihan penting dalam menyelesaikan konflik, terutama yang melibatkan anggota keluarga. Dalam kasus ini, setelah mediasi oleh jaksa, kedua belah pihak—korban dan tersangka—akhirnya melakukan perdamaian. Pendekatan ini bukan hanya sekadar menyelesaikan masalah hukum, tetapi juga memulihkan hubungan keluarga yang sempat terganggu.
Mediasi yang dilakukan secara profesional dapat menciptakan suasana saling pengertian. M Husairi, Plh Kasipenkum menjelaskan, proses hukum tidak selalu harus berakhir di pengadilan; sering kali, penyelesaian melalui negosiasi bisa lebih bermanfaat. Dalam banyak kasus, menyelesaikan masalah dengan cara ini dapat mengurangi dampak emosional yang lebih jauh bagi semua pihak yang terlibat.
Studi Kasus: Resolusi Pertikaian Keluarga yang Efektif
Kasus di Desa Hiliduruwa menunjukkan bagaimana sebuah konflik bisa dimitigasi dengan baik. Muliria Harefa, yang dikenal sebagai Ina Fifin, meminta cucunya untuk memindahkan barang dagangan, namun penolakan Ayu yang disebabkan oleh sakit hati atas ucapan kasar neneknya, memicu pertikaian. Pertengkaran fisik pun tak terhindarkan, yang berujung pada tindakan penganiayaan dan luka ringan bagi Ayu.
Lebih lanjut, pendekatan RJ memberikan harapan baru bagi hubungan keduanya. Alih-alih terjerumus ke dalam proses pengadilan yang panjang dan melelahkan, mereka dihadapkan pada mekanisme dampingan yang lebih manusiawi. Ini adalah langkah signifikan menuju keadilan yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan.
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan hukum yang mengutamakan keadilan restoratif mencerminkan penerimaan nilai-nilai kekeluargaan dalam masyarakat. Dengan memperhatikan realitas sosial yang ada, langkah ini berpotensi membantu masyarakat dalam menjaga harmoni serta mengedepankan kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik. Permasalahan seperti ini menjadi pembelajaran penting bagi setiap anggota keluarga untuk menjaga komunikasi yang baik dan mencegah konflik yang lebih besar di masa depan.
Dengan merangkul pendekatan yang manusiawi, kita tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga memperkuat ikatan di antara anggota keluarga. Setiap dinamika yang ada dalam setiap keluarga seharusnya dihadapi dengan empati dan pengertian, mengingat bahwa hubungan yang harmonis adalah fondasi penting dalam kehidupan sosial masyarakat.