Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru – SPSI di Sumatera Utara tengah mengemukakan penolakan terhadap rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 ini dianggap sebagai langkah yang terburu-buru dan berpotensi menimbulkan kebingungan bagi penyedia layanan kesehatan serta peserta JKN, terutama para pekerja.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua FSP Kerah Biru Sumut, Salahuddin Lubis, yang menyatakan bahwa hingga kini Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai dasar pelaksanaan KRIS belum juga dikeluarkan. Tanpa adanya regulasi teknis ini, pelaksanaan KRIS tidak dapat dipahami secara jelas oleh semua pihak yang terlibat.
Pentingnya Regulasi dalam Penerapan KRIS
Pengaturan yang jelas mengenai KRIS sangat diperlukan agar semua pihak, mulai dari pekerja hingga penyedia layanan kesehatan, dapat menjalani kebijakan ini dengan baik. Salahuddin menegaskan bahwa tanpa adanya Permenkes, sulit untuk memahami bentuk, kriteria, dan mekanisme pelaksanaan KRIS. Ini akan menyebabkan kebingungan yang lebih besar di lapangan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas layanan kesehatan.
Data menunjukkan bahwa kebijakan kesehatan yang jelas dan transparan memiliki dampak positif terhadap kepuasan peserta. Dalam konteks JKN, kepatuhan peserta dalam membayar iuran dapat dipengaruhi oleh seberapa baik mereka memahami layanan yang dapat diakses. Tanpa kejelasan, peserta mungkin merasa dirugikan dan tidak mendapatkan layanan yang sebanding dengan biaya yang mereka keluarkan.
Strategi Implementasi dan Keterlibatan Masyarakat
Dalam menanggapi kebijakan ini, FSP Kerah Biru menekankan pentingnya melibatkan peserta dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan transparan. Kedepannya, ada beberapa langkah yang diusulkan, mulai dari penerbitan Permenkes secara resmi sampai dengan melakukan konsultasi publik yang melibatkan serikat pekerja dan masyarakat sipil.
Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa semua elemen masyarakat dapat memberikan masukan dan terlibat dalam proses reformasi layanan kesehatan. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan perlu dipertimbangkan secara matang, agar tidak ada pihak yang dirugikan, terutama mereka yang aktif berkontribusi melalui pembayaran iuran.
FSP Kerah Biru Sumut menegaskan dukungannya terhadap peningkatan mutu layanan JKN, namun menolak pelaksanaan KRIS jika tidak ada kesiapan yang menyeluruh. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara lain kesiapan rumah sakit untuk memenuhi kriteria standar yang ditetapkan, serta transparansi mengenai tarif layanan dan dampaknya terhadap keuangan peserta. Semua ini adalah bagian dari upaya memastikan bahwa kesehatan rakyat terlindungi secara optimal.
Dengan menyerukan kepada pemerintah pusat, termasuk Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, untuk menunda pelaksanaan KRIS sampai semua perangkat hukum dan teknis siap, FSP Kerah Biru berharap agar suara pekerja diperhatikan. Kesadaran bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia harus menjadi prioritas utama, dan jangan sampai terburu-buru dalam mengambil keputusan yang dapat memengaruhi kehidupan banyak individu.