Pada tahun 2020, kasus korupsi terkait pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara mengguncang perhatian publik. Korupsi ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat upaya penanganan pandemi yang tengah berlangsung. Salah satu pihak yang terlibat adalah Ferdinand Hamzah Siregar, seorang pejabat pembuat komitmen yang baru-baru ini memperberat hukuman yang dijatuhkan kepadanya menjadi 5 tahun penjara.
Kasus tersebut berawal dari pengadaan APD yang seharusnya membantu petugas kesehatan dalam melawan virus. Namun, akibat praktik korupsi, negara mengalami kerugian sebesar Rp24 miliar. Hal ini menjadi sorotan luas karena mencerminkan tantangan serius dalam pengelolaan anggaran dan transparansi di sektor publik.
Taktik Hukum dan Pendapat Jaksa
Majelis hakim banding yang dipimpin oleh Gerchat Pasaribu dalam putusannya menyatakan bahwa Ferdinand terbukti melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Putusan dengan nomor 18/PID. SUS-TPK/2025/PT MDN ini menunjukkan bahwa hukum tetap tegas dalam menindak pelanggaran yang merugikan keuangan negara. Selain hukuman penjara, Ferdinand juga dijatuhi denda sebesar Rp500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum sebelumnya telah menuntut hukuman yang sama, menunjukkan bahwa keinginan untuk menegakkan hukum telah sejalan dengan tujuan keadilan. Dalam konteks ini, penegakan hukum tidak hanya sebagai sanksi, tetapi juga sebagai pencegahan untuk pelanggaran di masa mendatang. Apalagi, tindak pidana korupsi sering kali mengakibatkan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian negara.
Implikasi dan Strategi Penanganan Korupsi
Korupsi dalam pengadaan APD adalah sebuah contoh nyata tentang bagaimana penanganan krisis kesehatan dapat dipengaruhi oleh tindakan individu yang tidak bertanggung jawab. Untuk mencegah hal serupa, diperlukan strategi pencegahan yang lebih robust, termasuk transparansi dalam proses pengadaan dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan penggunaan anggaran. Pelibatan masyarakat bisa menjadi langkah signifikan dalam mengurangi risiko korupsi.
Di samping itu, pendidikan dan kesadaran akan pentingnya integritas dalam pengelolaan anggaran publik juga perlu ditingkatkan. Masyarakat harus diajak berperan aktif dalam mengawasi setiap penggunaan dana publik. Dengan begitu, diharapkan tercipta sebuah budaya anti korupsi yang kuat, di mana setiap individu memahami betapa pentingnya menjaga kepercayaan publik dan kesejahteraan bersama.
Dengan adanya putusan berat ini, diharapkan menjadi sinyal tegas bagi siapapun bahwa korupsi akan berhadapan dengan konsekuensi serius. Sementara itu, masyarakat perlu terus memantau perkembangan kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan penggunaan anggaran negara agar tidak ada lagi pengulangan kasus serupa di masa mendatang.