Berbagai tindakan oknum penagih utang semakin menjadi sorotan masyarakat. Salah satu kasus yang mencolok adalah pengalaman seorang staf kantor di Jalan Letda Sujono Medan yang baru-baru ini mengalami tindakan yang sangat merugikan dari para debt collector.
Insiden ini tak hanya menimbulkan masalah finansial, tetapi juga berdampak besar secara psikologis. Seperti yang diungkapkan oleh suami korban, Fawzi, tekanan dari debt collector menyebabkan trauma mendalam bagi istrinya. Hal ini menjadi refleksi bahwa penagihan utang harus dilakukan dengan etika yang baik.
Praktik Penagihan Utang yang Merugikan
Anda mungkin pernah mendengar banyak kisah tentang praktik penagihan utang yang tidak etis. Dalam kasus ini, tiga orang yang mengaku dari lembaga pembiayaan datang ke kantor wanita tersebut untuk menagih cicilan. Yang mengejutkan, cicilan tersebut baru saja dibayar pada hari yang sama. Meski sudah melakukan bayar, para penagih utang bersikeras mencari keberadaan istri Fawzi, yang menyebabkan situasi semakin tegang.
Menariknya, tindakan mereka tidak hanya mengganggu aktivitas kerja, tetapi juga mempermalukan sang istri di hadapan rekan-rekannya. Fawzi menjelaskan bahwa sampai sejauh ini, utang tersebut masih dalam periode pembayaran. Ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang baik antara debitur dan pihak penagih utang. Setiap tindakan penagihan seharusnya tidak melanggar hak konsumen dan seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih menghormati privasi dan martabat individu.
Strategi Penagihan yang Lebih Etis dan Profesional
Melihat fakta di lapangan, sudah saatnya praktek penagihan diubah menjadi lebih profesional. Fawzi berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat memberikan pedoman yang lebih jelas bagi lembaga keuangan dalam proses penagihan. “Seharusnya para debt collector perlu membawa dokumen yang sah, seperti identitas, surat kuasa, dan bukti kelalaian debitur,” tambahnya. Dengan adanya aturan yang lebih ketat, diharapkan tindakan pengacara utang bisa lebih beretika.
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa penagihan utang harus dilakukan dengan cara yang manusiawi. Menyentuh aspek emosional dan psikologis dari debitur sangat penting, karena setiap individu memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat. Perubahan dalam kebijakan penagihan bukan hanya akan melindungi konsumen, tetapi juga meningkatkan reputasi lembaga keuangan di mata publik.