Kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Baru-baru ini, seorang pria bernama Mansyuri (33) asal Medan Johor didakwa sebagai kurir ekstasi dengan jumlah mencapai 1000 butir. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri setempat pada Kamis sore, memberikan gambaran mengenai tantangan besar yang dihadapi dalam penegakan hukum narkotika.
Tindak pidana ini bermula pada 18 Januari 2025, saat terdakwa dihubungi oleh seorang individu yang dikenal sebagai Tengku IH. Dia diminta untuk bertemu pembeli ekstasi di Komplek Perumahan Griya Seroja Permai, Medan Sunggal. Pertemuan yang tampaknya rutin ini ternyata merupakan bagian dari operasi penyamaran oleh pihak kepolisian.
Proses Penangkapan dan Barang Bukti yang Ditemukan
Operasi dimulai sekitar pukul 18.00 Wib, ketika pembeli ternyata adalah anggota polisi yang menyamar. Terdakwa, yang tidak menyadari situasi ini, menyerahkan satu kantong plastik berisi pil ekstasi. Ketika bungkusan tersebut diperlihatkan, aparat langsung menangkapnya di lokasi kejadian, menciptakan suasana yang cukup menegangkan.
Saat dilakukan penggeledahan, petugas menemukan barang bukti, yaitu satu bungkus plastik yang berisi 1000 butir pil ekstasi warna hijau dengan berat 421 gram. Penangkapan ini menunjukkan betapa sistematisnya jaringan narkoba yang beroperasi di daerah tersebut. Dalam keterangan, terungkap bahwa terdakwa menjalin hubungan kerja dengan Tengku IH sebagai perantara jual beli narkoba selama enam bulan terakhir dan mendapatkan upah sebesar Rp3 juta.
Dampak Sosial dan Hukum dari Kasus Narkotika
Kasus seperti ini bukan hanya merupakan persoalan individu, tetapi juga mencerminkan tantangan sosial yang lebih luas di masyarakat. Penyalahgunaan narkotika berdampak besar pada kesehatan masyarakat dan menambah beban sistem hukum. Penegakan hukum terkait narkotika seperti ini perlu dilakukan secara konsisten untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Di sisi lain, harus ada keseimbangan antara penegakan hukum dan rehabilitasi bagi para pengedar dan pengguna narkoba.
Hukuman berat yang dihadapi Mansyuri, yang bisa merujuk pada Pasal 114 dan Pasal 112 ayat (2) dari UU Narkotika, menekankan pentingnya aspek pencegahan dalam penanganan kasus narkoba di Indonesia. Negara perlu berinvestasi lebih banyak dalam pendidikan dan program rehabilitasi untuk memerangi peredaran narkoba dan membantu individu yang terjebak dalam lingkaran penyalahgunaan tersebut.
Melihat dari sudut pandang yang lebih manusiawi, kita harus memahami bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkotika sering kali dipicu oleh faktor sosial-ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan yang hanya memfokuskan pada hukuman tanpa memerhatikan konteks sosial tidak akan membawa perubahan yang signifikan. Dengan demikian, upaya pencegahan dan rehabilitasi harus diperkuat untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan berdaya. Sikap kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi non-pemerintah akan sangat dibutuhkan dalam memerangi isu narkoba ini secara efektif.